“PENGUATAN PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK”(AYAHKU GURU TERBAIKKU)
Oleh: Khoirul Anam, S.Pd
Pendidikan Keluarga merupakan induk sebuah karakter yang dapat melahirkan sebuah generasi emas anak bangsa yang cerdas berprestasi dan berbudi pekerti. Karakter anak tidak lepas dari jerih payah orang tua yang sedianya sebagai pembimbing, pendidik, pengayom, serta motivator untuk anak-anaknya. Sosok seorang ayah adalah kepala keluarga semua tangung jawab dipikulnya termasuk pendidikan anak. semua itu berkat ayah yang selalu mendampingi serta selalu memberikan contoh berkarakter terhadap anak-anaknya. Ujarnya setiap hari beliau selalu mengantar anaknya kemanapun pergi, dan membimbing mengaji, mencontohkan prilaku sopan santun dan tatakrama kepada anak-anaknya. Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anak-anaknya dan kewajiban menuntut ilmu menjadi penyemangat bagi seorang ayah yang berkulit legam ini untuk memperjuangkan keinginan anaknya menjadi dokter. Munaji (54 tahun) yang berpendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) dan pekerajan sehari-harinya adalah seorang petani sayur dan hasil kebunnya di jajakan di pasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan kebutuhan pendidikan anaknya, yaitu Anisa Rahmania Putri (13 tahun) anak ke 4 dari 5 bersaudara yang berhasil menjadi lulusan terbaik dengan nilai tertinggi di SD Inpres Cendrawasih Merauke tahun ini yang Saat ini melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiah Merauke,Tak mengenal apa pekerjaan yang ia lakoni dan tak perduli berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sekolah anaknya. Bermodalkan hasil sawah yang didapatkannya ia mampu memasok kebutuhan biaya yang harus dibayarnya.
Munaji adalah seorang petani sayur di sebuah kampung Rimba Jaya yang terletak di kecamatan Merauke, kabupaten Merauke. Umurnya yang sudah setengah abad tak mengahalangi niat baik anaknya untuk menuntut ilmu. Dia tak pernah bosan menjalankan rutinitas yang sudah lama ia lakoni sejak putus sekolah. Mulai sehabis sholat subuh berangkat jualan sayur di pasar dan pulang untuk mengantarkan anak-anaknya kesekolah dan pergi ke kebun. setelah menjemput anak dari pulang sekolah kembali melanjutkan pekerjaanya sebagai petani. sebelum magrib ia harus mengantarkan anaknya untuk mengaji. Bapak beranak lima ini tak ingin nasib anaknya berakhir seperti dirinya yang harus putus sekolah sejak Sekolah Dasar lantaran keterbatasan dana. Ia memang lahir dari keluarga miskin pasangan petani Ramijo (alm) dan Sitri . Semua pekerjaan ia lakoni untuk menutupi biaya hidupnya. Mulai menjadi petani, penjual bakso, kerja kuli bangunan, sampai jualan air dengan cara mendorong keliling kota merauke sampai jadi tukan pijit ia jalani.
Meskipun ia hanya seorang petani, tetapi dia begitu mengerti akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Ia paham bahwa perkembangan dunia tidak dapat dipungkiri akan bertambah maju. Jika anak-anaknya tidak mengenyam pendidikan, maka akan jauh tertinggal dibelakang. Ini semua dilakukannya lantaran memang sudah kewajibannya sebagai orang tua untuk menyekolahkan anaknya. satu kata bijak yang keluar dari pak munaji ini ” lebih berguna dan kekal mewarisi anak dengan Ilmu dari pada Mewarisi harta yang akan mudah musnah” Ujarnya dengan lantang. Kalau orang-orang memilih untuk mencukupkan pendidikan anaknya sampai bangku sekolah menengah keatas, tidak dengan gus mun, sapaan akrabnya. gus mun begitu miris melihat realitas apa yang terjadi banyak anak yang putus sekolah.
Padahal menurutnya kalau dilihat dari sisi ekonomi, mereka lebih mampu bahkan berlebih jika mau menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Cerita gus mun yang berpenampilan apa adanya ini menceritakan pengalamannya “saat saya menghadiri kelulusan anak saya, tidak menyangka bahwa anak saya mendapatkan nilai tertinggi dan menjadi juara umum dari seluruh sekolah dasar di Merauke, awalnya tidak percaya yang di panggil itu adalah anak saya, setelah di panggil dan menyebutkan nama saya baru percaya, saat itu saya habis dari kebun belum sempat ganti pakian jadi pakaian yang saya kenakan itu adalah baju sobek dibagian punggung. semua orang melihat saya dan guru-giru meminta foto dengan saya, saya baru sadar kalau baju saya sobek karena diberi tahu oleh salah satu guru. tetapi saya terharu dengan peristiwa itu dan saya sebagai orang tua bangga kalau anak saya cerdas, prestasi, dan berahlak baik, saya bersyukur dengan jerih payah saya dalam mendidik anak saya berbuah manis” uajrnya sambil tersenyum inilah cara beliau dalam mendidik anak-anaknya dengan ramah, lemah lembut, disiplin, serta mencontohkan langsung kepada anak-anaknya, serta selalu mendampingi layaknya orang tua, teman, dan juga seorang guru. dan yang tak pernah ketinggalan ialah budaya membaca tafsir Al-Quran kepada anak-anaknya.
Gus Mun begitu bersyukur anak-anaknya mengerti akan pentingnya pendidikan. Ia hanya perlu mendukung, membimbing dan mendoakan. Sosok yang begitu ramah ini tak ingin apa yang ia alami dialami pula oleh anaknya. Ia berusaha sekuat tenaga bahkan rela mengorbankan apapun demi anaknya. Satu hal yang dipikirkannya hanyalah bagaimana mencari rezeki yang barokah untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Tak peduli bagaimana keadaan tembok rumah yang mulai mengelupas, tak peduli atap rumah yang mulai bocor dan tak peduli betapa tuanya motor yang menemani aktivitasnya sehari-hari. Baginya kalau semua masih bisa digunakan.
Menurutnya, menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya itu penting. Orang yang berilmu dan dapat bermanfaat bagi masyarakat akan mempunyai derajat tersendiri. Tak mau kalah dengan anak-anaknya, ia juga menuntut ilmu dengan caranya sendiri. Suami dari ibu kusmiati ini secara rutin membaca tafsiran ayat demi ayat yang terdapat di Al Quran untuk mendamaiakan hati dan pikirannya. Dengan begitu, berarti ia sudah menambahkan sedikit ilmu ke memory yang dipunyainya untuk diamalkan suatu saat nanti ketika dibutuhkan.
Mengakhiri ceritanya, sebagai orang tua ia ingin putra-putrinya menjadi orang beriman dan bertakwa serta dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsa serta masyarakat banyak. yang dapat ” junjong duwur mendem jero uwong tuwo” artinya dapat menjunjung tinggi nama orang tua dan dapat menutupi kejelekan orang tua.
Penulis adalah (K.A Guru PJOK) https://blog.igi.or.id/penguatan-peran-keluarga-dalam-pendidikan-anak-1.html